Oleh : Muhammad Fadel
Bu Sri Mulyani akan segera meninggalkan tanah air Indonesia dan menapak masa depan di Washington DC Beberapa hari pasca keputusan mundurnya bu Sri Mulyani dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan, media masaa dipenuhi berbagai bertita, artikel, opini yang menyambut kepergian bu SMI. Mayoritas menyesalkan kepergian salah satu srikandi bangsa, yang dengan tangan besinya mampu mereformasi Dirjen Pajak yang dikenal sebagai sarangnya praktek korupsi. Dengan kegigihannya, ia mengefisienkan sistem pelayanan pajak, menerapkan SPT, dan tidak ragu-ragu memecat anggota yang terbukti melakukan pelanggaran kerja. Sungguh sebuah kehilangan yang besar. Orang seperti ia-lah yang kita butuhkan untuk menapak masa depan Indonesia di era reformasi yang begitu semeruwet ini. Namun, ia telah pergi.
Setidaknya ada 3 catatan penting yang bisa kita ambil pasca pengunduran diri bu SMI.
Pertama, selalu ada tantangan bagi para revolusioner yang ingin membawa perubahan. Dalam konstelasi politik yang makin tidak pro-rakyat dan menguntungkan para pemangku kepentingan, orang-orang bersih seperti SMI akan selalu diuji ketangguhannya. Tidak hanya bu SMI, kasus Bibit-Chandra, ataupun Susno-terlepas dari tuduhan yang melekat pada dirinya, memperlihatkan betapa keadilan tidak lagi dinomorsatukan. Kecendrungan “Power tends to corrupt”sangat terasa kental terjadi, dan selama kekuasaan tidak dikontrol, sorry to say, supremasi hukum tidak akan pernah tercapai.
Kedua, perlu perhatian khusus dari pemerintah pusat terhadap masa depan program reformasi birokrasi. Prof.Eko Prasojo dalam Kompas, Jumat 14 Mei 2010 memaparkan bahwa tanggungjawab reformasi birokrasi seharusnya juga menjadi tanggungjawab pemuncak pemerintahan, yakni presiden. Reformasi birokrasi memerlukan sebuah perencanaan yang matang dan terintegrasi yang dipimpin langsung oleh presiden. Reformasi birokrasi tidak boleh setengah-setengah bila kita ingin benar-benar membasmi korupsi di dalam lembaga pemerintahan sampai ke akar-akarnya.
Ketiga, pemerintah dihadapkan kepada calon pengganti yang sepadan dengan bu Sri Mulyani, baik dalam hal kewibawaan, integritas dan profesionalitas kerja. Pernah terbesit oleh penulis bagaimana masa depan perekonomian RI pasca peninggalan bu SMI nantinya di akhir 2014, karena, seperti yang kita tahu, perekonomian RI terus menunjukan trend positif sampai dengan kuartaal I-2010. Berkat jasanya pula, Indonesia mampu melawati krisis finansial global dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di rate 4%.
Regenerasi. Itulah yang dibutuhkan kedepannya. Diperlukan lebih banyak lagi sosok-sosok berkarakter seperti yang ditunjukan bu SMI selama masa periode kepengurusannya. Saya sepakat dengan salah satu tulisan yang diangkat Kompas, Jumat 14 Mei 2010, “Butuh lebih dari satu orang seperti Sri Mulyani dalam pelaksanaan refomasi birokrasi ”.
Terimakasih bu Sri Mulyani, engkau mengajarkan banyak hal kepada bangsa ini. Engkau berdiri tegak, dan kokhnya menantang arus KKN di Indonesia. Engkau-lah yang memulai perubahan dan segera membawa pembaharuan. Mengutip kalimat pak Rhenal Kasali
“Setiap perubahan belum tentu membawa pembaharuan, namun untuk mencapai pembaharuan harus dimulai dengan perubahan”
Sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/2010/05/15/3-catatan-dibalik-kepegian-sri-mulyani/
0 komentar:
Posting Komentar