Sun, Jul 4th 2010, 09:49
DPRK Abdya Dinilai ‘Plin-plan’
BLANGPIDIE– Setelah DPRK Aceh Barat Daya (Abdya) menyetujui pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) atau Crude Palm Oil (CPO) skala besar di wilayah tersebut dengan mengunakan dana Otsus 2010 sebesar Rp 30 miliar, kini mulai memunculkan reaksi dari kalangan masyarakat setempat. Mereka menilai lembaga dewan tidak punya komitmen serta ‘plin-plan’ dalam mengambil keputusan. Hal itu terlihat terlihat jelas, dimana sebelumnya anggota dewan dari Fraksi Aceh sendiri yang nggotot menolak usulan tersebut, namun pada akhirnya malah dewan Fraksi Aceh sendiri yang ikut andil menyetujui program dimaksud.
“Dulunya dewan sendiri yang mengatakan bahwa pemanfaatan dana dimaksud bertentangan dengan Qanun dan peraturan yang ada. Tetapi, kini kok malah dewan sendiri yang menjetujuinya,” kata Wakil Ketua Forum Komunikasi Pemuda Abdya (FKPA) Banda Aceh, Jusma Eri, SHi, kepada Serambi, Sabtu (3/7) kemarin. Dikatakan, sikap Ketua DPRK Abdya yang menyetujui pendiran pabrik CPO skala besar dengan menggunakan dana otsus itu telah mengurangi rasa kepercayaan publik terhadap lembaga dewan terhormat itu. Sebab, penandatanganan surat pesetujuan yang tidak melibatkan seluruh unsur dewan dan tidak diparipurnakan itu telah melemahkan rasa kekompakan di lembaga dewan.
“Menurut informasi dari sejumlah anggota dewan, keputusan itu diambil oleh ketua DPRK Abdya sendiri tanpa melalui proses rapat paripurna. Sehingga keputusan ketua DPRK itu patut kita pertanyakan, ada apa di balik itu,” kata Jusma Eri. Tanggapan senada juga disampaikan tokoh muda Susoh, Idris SHi. Ia menilai sikap DPRK Abdya khususnya Fraksi Partai Aceh yang dulu gencar menolak pembangunan Pabrik CPO melalui dana Otsus tidak mencerminkan adanya komitmen terhadap apa yang diperjuangkan. “Ini merupakan sikap inkonsisten yang menjadi tanda tanya besar,” papar Idris.
Idris mensinyalir ada ketidakberesan dalam persoalan itu. Oleh sebab itu, ia mengajak semua elemen masyarakat Abdya untuk merapatkan barisan guna menyikapi persoalan ini secara arif dan bijak. Sehingga tidak ada pihak yang menjadi korban. “Kita berharap keputusan yang telah diambil oleh eksekutif dan legislatif benar-benar untuk kepentingan masyarakat secara totalitas,” pungkasnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPRK Abdya Elizar Lizam, SE.Ak yang dikonfirmasi Serambi, Sabtu (3/7), mengakui bahwa keputusan persetujuan pendirian Pabrik CPO dengan menggunakan dana Otsus tersebut dilakukan tanpa terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan seluruh anggota dewan.
“Itu cuma keputusan Ketua DPRK, bukan keputusan Fraksi Aceh dan seluruh anggota DPRK. Sebab, keputusan itu tanpa dimusyawarahkan dengan fraksi Partai Aceh dan anggota dewan,” jelas Elizar Lizam sembari meluruskan persoalan itu ke masyarakat. Ia juga mengatakan, jika usulan itu nantinya disetujui, maka dirinya bersama anggota lain akan mempertanyakan persoalan itu kepada Gubernur Aceh, kenapa keputusan yang tidak melibatkan anggota dewan lainnya itu disetujui. “Kalau ditindaklanjuti saya juga akan mempertanyakan kepada Gubernur,” ungkap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang bergabung dalam Fraksi Aceh (FA) ini.
Terkait dengan ditandatanganinya surat persetujuan pendirian Pabrik CPO terebut oleh Ketua DPRK Abdya, M Yusuf, Serambi yang berusaha menghubungimnya beberapa kali melalui telpon selulernya juga tidak berhasil, karena HP yang bersangkutan sedang tidak aktif. Seperti diberitakan sebelumnya, DPRK Abdya akhirnya menyetujui pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) atau Crude Palm Oil (CPO) menggunakan dana 2010 sebesar Rp 30 miliar. Sebelumnya, program pembangunan pabrik CPO kapasitas besar yang diusulkan Bupati Akmal Ibrahim ke Provinsi Aceh itu dipersoalkan pihak DPRK setempat.
Pro kontra rencana pembangunan PKS yang berlokasi di kawasan Kecamatan Babahrot sebagai sentra areal tanaman kelapa sawit itu merambah ranah politik, sehingga situasi di Kabupaten Abdya sempat memanas. Penentangan rencana pabrik CPO yang digagas Bupati Akmal Ibrahim tersebut sesuai surat DPRK Abdya nomor: 530/65/2010 tanggal 4 Mei 2010 disampaikan kepada Gubernur Aceh dan DPRA.(tz)
Idris mensinyalir ada ketidakberesan dalam persoalan itu. Oleh sebab itu, ia mengajak semua elemen masyarakat Abdya untuk merapatkan barisan guna menyikapi persoalan ini secara arif dan bijak. Sehingga tidak ada pihak yang menjadi korban. “Kita berharap keputusan yang telah diambil oleh eksekutif dan legislatif benar-benar untuk kepentingan masyarakat secara totalitas,” pungkasnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPRK Abdya Elizar Lizam, SE.Ak yang dikonfirmasi Serambi, Sabtu (3/7), mengakui bahwa keputusan persetujuan pendirian Pabrik CPO dengan menggunakan dana Otsus tersebut dilakukan tanpa terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan seluruh anggota dewan.
“Itu cuma keputusan Ketua DPRK, bukan keputusan Fraksi Aceh dan seluruh anggota DPRK. Sebab, keputusan itu tanpa dimusyawarahkan dengan fraksi Partai Aceh dan anggota dewan,” jelas Elizar Lizam sembari meluruskan persoalan itu ke masyarakat. Ia juga mengatakan, jika usulan itu nantinya disetujui, maka dirinya bersama anggota lain akan mempertanyakan persoalan itu kepada Gubernur Aceh, kenapa keputusan yang tidak melibatkan anggota dewan lainnya itu disetujui. “Kalau ditindaklanjuti saya juga akan mempertanyakan kepada Gubernur,” ungkap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang bergabung dalam Fraksi Aceh (FA) ini.
Terkait dengan ditandatanganinya surat persetujuan pendirian Pabrik CPO terebut oleh Ketua DPRK Abdya, M Yusuf, Serambi yang berusaha menghubungimnya beberapa kali melalui telpon selulernya juga tidak berhasil, karena HP yang bersangkutan sedang tidak aktif. Seperti diberitakan sebelumnya, DPRK Abdya akhirnya menyetujui pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) atau Crude Palm Oil (CPO) menggunakan dana 2010 sebesar Rp 30 miliar. Sebelumnya, program pembangunan pabrik CPO kapasitas besar yang diusulkan Bupati Akmal Ibrahim ke Provinsi Aceh itu dipersoalkan pihak DPRK setempat.
Pro kontra rencana pembangunan PKS yang berlokasi di kawasan Kecamatan Babahrot sebagai sentra areal tanaman kelapa sawit itu merambah ranah politik, sehingga situasi di Kabupaten Abdya sempat memanas. Penentangan rencana pabrik CPO yang digagas Bupati Akmal Ibrahim tersebut sesuai surat DPRK Abdya nomor: 530/65/2010 tanggal 4 Mei 2010 disampaikan kepada Gubernur Aceh dan DPRA.(tz)
Sumber : http://www.serambinews.com/news/view/34172/dprk-abdya-dinilai-plin-plan
0 komentar:
Posting Komentar